31 kelompok mengikuti Festival Bregada Keprajuritan Rakyat DIY. Dengan mengangambil Start: GOR Pangukan dan Finis: di lapangan Denggung yang digelar oleh Dinas
Kebudayaan (Disbud) DIY. Masing-masing kelompok terdiri dari 40 hingga
60 personel. Minggu 24 mei 2015.
Dilepas oleh Bupati Kabupaten Sleman Drs. H. Sri Purnomo, MSi
Widihasto selaku sekretaris panitia mengatakan, ada 31 tim bergodo dari
seluruh Yogyakarta yang ikut ambil bagian pada event yang baru dua kali
dilangsungkan ini. Tahun lalu, Kota Yogyalarta bertindak sebagai tuan
rumah. Tahun ini giliran Kabupaten Sleman dan tahun depan kegiatan
serupa direncanakan akan berlangsung di Kabupaten Bantul.
"Bergodo keprajuritan rakyat ini merupakan imitasi dari bergodo keraton.
Sebab mereka murni dari masyarakat dari tingkat desa hingga kecamatan.
Dibutuhkan kerjasama antar tim agar selama berjalan, mereka tetap bisa
kompak. Sebab mereka diharuskan untuk berjalan," ujarnya.
Minggu, 24 Mei 2015
Jumat, 22 Mei 2015
Ramadhan Jogja 2015
Ramadan 1436 H - 2015 M.
Ijtimak jelang bulan Ramadan 1436 H terjadi pada hari Selasa Legi tanggal 16 Juni2015 pukul 21:07:23 WIB. Perhitungan waktu terjadi ijtimak ini didasarkan pada ijtimak
geosentrik sehingga momen terjadinya ijtimak tersebut terjadi pada waktu yang bersamaan
untuk seluruh tempat di muka Bumi, hanya saja jamnya tergantung pada jam di tempat
bersangkutan. Di Yogyakarta, ijtimak terjadi pada malam hari sekitar 3 jam 36 menit 48 detik
setelah Matahari terbenam, karena terbenam Matahari di Yogyakarta pada hari Selasa Legi itu
terjadi pada pukul 17:30:35 WIB. Demikian pula untuk seluruh tempat di Indonesia ijtimak
terjadi pada malam hari setelah terbenam Matahari. Terbenam Matahari yang paling akhir di
Indonesia pada hari itu, di ujung barat Indonesia, di Sabang (lintang (f) = 05° 54¢ dan bujur
(l) = 95° 21¢ BT.) terbenam Matahari terjadi pada pukul 18:54:21 WIB. Sementara itu, di
ujung timur Indonesia, di Merauke (lintang (f) = -08° 30¢ dan bujur (l) = 140° 27¢ BT.)
terbenam Matahari terjadi pada pukul 17:37:41 WIT atau pukul 15:37:41 WIB.
Rabu tanggal 17 Juni 2015 ketingian Bulan di Yogyakarta +09° 44¢ 35², di
Sabang +09° 16¢ 51², dan di Merauke +08° 46¢ 46². Tanggal 1 Ramadan 1436 H ditetapkan
pada hari Rabu malam tanggal 17 Juni 2015 dan konversinya dengan kalender Masehi
ditetapkan pada keesokan harinya yaitu tanggal 18 Juni 2015. Itulah sebabnya maka dikatakan
tanggal 1 Ramadan 1436 H jatuh pada hari Kamis Pon 18 Juni 2015.
Sumber : www.muhammadiyah.or.id/
Selasa, 19 Mei 2015
"Labuhan Gunung Merapi" Kraton Yogyakarta
Ratusan "abdi dalem" dan masyarakat mengikuti upacara adat Labuhan
Gunung Merapi yang merupakan Hajat Dalem Kraton Ngayogyakarto
Hadininingrat, di Bangsal Srimanganti, Desa Umbulharjo, Cangkringan
Sleman, Rabu (20/5/2015).
Prosesi labuhan Gunung Merapi yang dipimpin langsung Juru Kunci Merapi, Mas Kliwon Suraksohargo ini, tidak ada pesan khusus dari Sultan HB X pascasabda raja beberapa waktu lalu.
"Labuhan alit tahun ini, sama seperti tahun lalu. Tidak ada pesan khusus dari Keraton Yogyakarta pascasabda raja," kata Mas Kliwon Suraksohargo.
Prosesi labuhan diawali dari Pendopo Balai Labuhan yang merupakan petilasan rumah Mbah Maridjan, sekitar pukul 06.20 WIB. Prosesi diawali dengan doa di depan "uba rampe" yang telah disemayamkan di Balai Labuhan Dusun Kinahrejo atau petilasan rumah Mbah Maridjan dan kemudian diarak dan dilabuh di Bangsal Srimanganti.
Ratusan abdi dalem dan masyarakat ini mengikuti prosesi upacara adat labuhan dengan berjalan kaki menempuh jarak sekitar dua kilometer atau sekitar dua jam berjalan kaki hingga di Bangsal Srimanganti.
Ikut menyertai 'uba rampe' labuhan yakni kembang setaman, nasi tumpeng, ingkung serta serundeng, yang dibagikan kepada setiap pengunjung setelah selesai upacara labuhan.
"Labuhan Gunung Merapi memiliki makna ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat berupa perlindungan keselamatan dan kesejahteraan," katanya.
Selain itu, Labuhan Gunung Merapi ini sekaligus sebagai simbol menjaga keselarasan hidup manusia dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan.
"Upacara adat ini dihelat sebagai bagian dari rangkaian pengetan jumenengan dalem Sri Sultan HB X," katanya.
Sedangkan "Uba rampe" yang dilabuh tersebut meliputi Sinjang Limaran, Sinjang Cangkring, Semekan Gadung, Semekan Gadung Mlati ,Peningset Udaraga, Seswangan, Seloratus Lisah Konyoh, Kembang Setaman, Yotro Tindih, Destar Doromuluk, dan lainya.
"Upacara adat labuhan Merapi tetap digelar dengan sederhana dan tata cara pelaksanaan juga tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya," katanya.
Upacara adat labuhan alit tahun ini selain dilaksanakan di Gunung Merapi juga di Pantai Parangkusumo, Bantul dan Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah.
#Labuhan Merapi yang dilakukan Keraton Yogyakarta. (Antara/Noveradika)
Prosesi labuhan Gunung Merapi yang dipimpin langsung Juru Kunci Merapi, Mas Kliwon Suraksohargo ini, tidak ada pesan khusus dari Sultan HB X pascasabda raja beberapa waktu lalu.
"Labuhan alit tahun ini, sama seperti tahun lalu. Tidak ada pesan khusus dari Keraton Yogyakarta pascasabda raja," kata Mas Kliwon Suraksohargo.
Prosesi labuhan diawali dari Pendopo Balai Labuhan yang merupakan petilasan rumah Mbah Maridjan, sekitar pukul 06.20 WIB. Prosesi diawali dengan doa di depan "uba rampe" yang telah disemayamkan di Balai Labuhan Dusun Kinahrejo atau petilasan rumah Mbah Maridjan dan kemudian diarak dan dilabuh di Bangsal Srimanganti.
Ratusan abdi dalem dan masyarakat ini mengikuti prosesi upacara adat labuhan dengan berjalan kaki menempuh jarak sekitar dua kilometer atau sekitar dua jam berjalan kaki hingga di Bangsal Srimanganti.
Ikut menyertai 'uba rampe' labuhan yakni kembang setaman, nasi tumpeng, ingkung serta serundeng, yang dibagikan kepada setiap pengunjung setelah selesai upacara labuhan.
"Labuhan Gunung Merapi memiliki makna ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat berupa perlindungan keselamatan dan kesejahteraan," katanya.
Selain itu, Labuhan Gunung Merapi ini sekaligus sebagai simbol menjaga keselarasan hidup manusia dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan.
"Upacara adat ini dihelat sebagai bagian dari rangkaian pengetan jumenengan dalem Sri Sultan HB X," katanya.
Sedangkan "Uba rampe" yang dilabuh tersebut meliputi Sinjang Limaran, Sinjang Cangkring, Semekan Gadung, Semekan Gadung Mlati ,Peningset Udaraga, Seswangan, Seloratus Lisah Konyoh, Kembang Setaman, Yotro Tindih, Destar Doromuluk, dan lainya.
"Upacara adat labuhan Merapi tetap digelar dengan sederhana dan tata cara pelaksanaan juga tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya," katanya.
Upacara adat labuhan alit tahun ini selain dilaksanakan di Gunung Merapi juga di Pantai Parangkusumo, Bantul dan Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah.
#Labuhan Merapi yang dilakukan Keraton Yogyakarta. (Antara/Noveradika)
Senin, 18 Mei 2015
#TrenSosial : Pencarian Erri Laka Merapi
Proses evakuasi Erri Yunanto, 21,
yang jatuh ke kawah Gunung Merapi merupakan proses yang paling sulit dan
menantang dalam sejarah evakuasi pendakian di gunung aktif tersebut.
Tri Atmojo, Pelaksana Harian Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi, mengatakan kasus jatuhnya pendaki ke kawah adalah yang pertama dan tim evakuasi menghadapi "medan yang sulit" karena "masalah suhu dan gas beracun."
"Kami sudah menemukan lokasi jatuhnya di kedalaman 150 meter. Tetapi evakuasi tidak bisa dilakukan dengan cepat karena kami tak bisa melawan dua faktor, yaitu suhu dan gas."
"Ini yang pertama kali, menurut kami skalanya luar biasa dilihat dari alat dan personel yang kami libatkan."
Tri menyebut tim evakuasi terdiri dari enam orang dan menggunakan pesawat tanpa awak atau drone dan alat pengukur suhu milik badan vulkanologi untuk memantau temperatur.
Sedang selfie?
"Kalau suhu sekitar 30-an kami berani, kalau di atas sampai 40 dan 50 derajat kami tidak berani. Suhunya berubah-ubah sehingga tingkat kesulitan tertinggi."Di media sosial, foto Erri di tebing - sebelum terjatuh - sempat diabadikan oleh seorang saksi, Bagus Deni, dan diunggah melalui akun Instagram-nya.
Kepada BBC Indonesia, Bagus Deni mengatakan saat kejadian, di area puncak Merapi tak banyak orang. "Saya kaget dan prihatin. Saya juga langsung mendoakan di atas. Kaki saya kaku setelah melihatnya."
Foto yang disebut-sebut sebagai 'foto terakhir' Erri itu kemudian beredar luas dan menuai respons dari pengguna media sosial.
Laporan sejumlah media yang menyebut bahwa korban sedang 'selfie' membuat perdebatan tentang bahaya selfie menghangat.
Namun untuk yang terakhir ini, Bagus membantah. "Ketika itu dia tidak selfie, hanya bawa botol minum."
Hari ini, Labuhan Merapi Keraton Yogyakarta
Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat kembali menggelar upacara adat Labuhan
Merapi dalam rangka memperingati naik tahta Sultan HB X.
"Rangkaian acara labuhan tersebut diawali pada Selasa 19 Mei 2015 pukul 08.00 WIB berupa penyerahan uba rampe labuhan dari Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat kepada Camat Depok di Pendopo Kecamatan Depok," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Ayu Laksmidewi di Sleman, Senin.
Menurut dia, uba rampe tersebut oleh para abdi dalem dan Camat Depok diarak ke Kecamatan Cangkringan. Kemudian pada jam 9.30 WIB Camat Depok menyerahkan uba rampe tersebut kepada Camat Cangkringan di Pendopo Kecamatan Cangkringan.
"Camat Cangkringan kemudian menyerahkan uba rampe tersebut kepada Juru Kunci Gunung Merapi Mas Kliwon Suraksohargo atau yang akrab dipanggil dengan Pak Asih untuk dibawa ke Balai Labuhan di Kinahrejo dengan pengawalan bregada, abdi dalem, masyarakat dengan menggunakan kendaraan jeep melewati Huntap Plosokerep," katanya.
Ia mengatakan, sesampainya di Balai Labuhan di Kinahrejo (pendopo petilasan Mbah Maridjan) sekitar pukul 11.30 WIB akan diadakan upacara seremonial dan diselingi fragmen labuhan dan kesenian tradisional jathilan.
"Pada malam harinya pukul 19.00 WIB di Balai Labuhan di Kinahrejo dilakukan doa dan kenduri wilujengan dilanjutkan dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon `Dumadining Gunung Merapi` oleh Dalang Ki Cermo Suwondo," katanya.
Selanjutnya pada Rabu 20 Mei 2015 mulai pukul 06.00 WIB rangkaian uba rampe akan diarak dalam perjalanan sekitar dua jam menuju ke Bangsal Sri Manganti untuk dilakukan upacara resmi Labuhan Merapi.
"Uba rampe yang dilabuh berupa sinjang limar satu lembar, sinjang cangkring satu lembar, semekan gadhung satu lembar, semekan gadhung melati satu lembar, paningset udaraga satu lembar, kambil watangan satu biji, seswangen 10 biji, seloratus lisah konyoh satu buntal, yotro tindih dua amplop, destar doromuluk satu lembar," katanya.
Ia mengatakan, ikut menyertai uba rampe labuhan yakni kembang setaman, nasi tumpeng, ingkung serta serundeng, yang dibagikan kepada setiap pengunjung selesai upacara labuhan.
"Rangkaian acara labuhan tersebut diawali pada Selasa 19 Mei 2015 pukul 08.00 WIB berupa penyerahan uba rampe labuhan dari Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat kepada Camat Depok di Pendopo Kecamatan Depok," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Ayu Laksmidewi di Sleman, Senin.
Menurut dia, uba rampe tersebut oleh para abdi dalem dan Camat Depok diarak ke Kecamatan Cangkringan. Kemudian pada jam 9.30 WIB Camat Depok menyerahkan uba rampe tersebut kepada Camat Cangkringan di Pendopo Kecamatan Cangkringan.
"Camat Cangkringan kemudian menyerahkan uba rampe tersebut kepada Juru Kunci Gunung Merapi Mas Kliwon Suraksohargo atau yang akrab dipanggil dengan Pak Asih untuk dibawa ke Balai Labuhan di Kinahrejo dengan pengawalan bregada, abdi dalem, masyarakat dengan menggunakan kendaraan jeep melewati Huntap Plosokerep," katanya.
Ia mengatakan, sesampainya di Balai Labuhan di Kinahrejo (pendopo petilasan Mbah Maridjan) sekitar pukul 11.30 WIB akan diadakan upacara seremonial dan diselingi fragmen labuhan dan kesenian tradisional jathilan.
"Pada malam harinya pukul 19.00 WIB di Balai Labuhan di Kinahrejo dilakukan doa dan kenduri wilujengan dilanjutkan dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon `Dumadining Gunung Merapi` oleh Dalang Ki Cermo Suwondo," katanya.
Selanjutnya pada Rabu 20 Mei 2015 mulai pukul 06.00 WIB rangkaian uba rampe akan diarak dalam perjalanan sekitar dua jam menuju ke Bangsal Sri Manganti untuk dilakukan upacara resmi Labuhan Merapi.
"Uba rampe yang dilabuh berupa sinjang limar satu lembar, sinjang cangkring satu lembar, semekan gadhung satu lembar, semekan gadhung melati satu lembar, paningset udaraga satu lembar, kambil watangan satu biji, seswangen 10 biji, seloratus lisah konyoh satu buntal, yotro tindih dua amplop, destar doromuluk satu lembar," katanya.
Ia mengatakan, ikut menyertai uba rampe labuhan yakni kembang setaman, nasi tumpeng, ingkung serta serundeng, yang dibagikan kepada setiap pengunjung selesai upacara labuhan.
"Event labuhan Merapi yang sudah menjadi agenda rutin dan hajat Kraton
Ngayogyokarto, diharapkan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi
wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan manca negara,"
katanya.
# Victorianus Sat Pranyoto/Antarajogja
Sabtu, 02 Mei 2015
Dewi Saraswati
Kisah Dewi Pengetahuan Agama Hindu
Sarasvati yang dikenal pula sebagai Saraswati adalah salah satu dewi utama dalam kepercayaan Hindu.
Saraswati adalah dewi sungai, seni, pengetahuan, dan musik.
Dia memiliki banyak kemiripan dengan sosok Apollo dari Yunani.
Saraswati dikenal sebagai permaisuri Brahma, dewa pencipta dalam trimurti, dan bersama dengan Parvati dan Lakshmi (berturut-turut adalah istri Siwa dan Wisnu) merupakan salah satu tridewi.
Saraswati dikatakan seorang dewi yang cantik dengan kulit putih dan bersinar seperti bulan.
Dia terkadang digambarkan memiliki delapan lengan, dengan masing-masing tangan memegang trisula, keong, alu, busur, anak panah, cakram, bel, dan bajak.
Saraswati memiliki tunggangan merak atau angsa putih dengan terkadang juga ditampilkan duduk di atas teratai putih.
Dia sering dianggap sebagai ibu dari Weda, teks-teks suci Hindu.
Saraswati telah lama dikaitkan dengan sungai di India yaitu Sungai Saraswati, yang dianggap merupakan Sungai Ghaggar-Hakra atau Sungai Helmand di India modern.
Awalnya Saraswati dipandang sebagai manifestasi sungai tersebut untuk kemudian berkembang menjadi statusnya yang sekarang
Sungai Saraswati memainkan peran penting dalam perkembangan peradaban Harappa, budaya yang memunculkan contoh tertua tradisi menulis di India.
Banyak pihak percaya hal ini yang kemudian menyebabkan Saraswati dipersonifikasikan sebagai dewi semua pengetahuan.
Dalam beberapa mitos, Saraswati digambarkan sebagai dewi yang sangat aktif, terutama dalam hal yang berkaitan dengan air.
Beberapa versi dari mitos Vritra, dimana Dewa Indra membunuh naga perkasa yang menimbun air dunia, Saraswati dikisahkan memberi kontribusi dalam pertempuran tersebut.
Dia juga dianggap sebagai dewi yang bertanggung jawab menjinakkan Brahma sehingga membawa keteraturan untuk dunia.
Satu mitos mengatakan bahwa Brahma tergila-gila dengan dewi Shatarupa, yang mewakili dunia material yang dia ciptakan.
Saraswati lantas menunjukkan kepada Brahma cara memfokuskan energi dan agar menjadi lebih tenang. Sebagai gantinya, Brahma berbalik melantunkan Veda bukan lagi berfokus pada nafsu kepada Shatarupa.
Saraswati juga dipercaya membantu penciptaan alam semesta, bekerja sama dengan pasangannya, Brahma.
Seiring waktu berlalu, Saraswati menjadi kurang terkait dengan sungai dan domainnya lebih terfokus pada hal yang bersifat pengetahuan.
Saraswati secara luas diakui sebagai dewi sekolah dan perpustakaan serta kata-kata tertulis.
Dikatakan bahwa Saraswati mengajar manusia menulis sehingga bisa menulis lagu kebijaksanaan yang pada gilirannya menjadi Weda
Langganan:
Postingan (Atom)