Kamis, 26 Desember 2019

Adakah Sobat Jogja yang Mengabadikan Fenomena Gerhana Matahari Cincin 26 Desember 2019

Beginilah yang sebenarnya yang terjadi siang ini di Paser, Kalimantan Timur Foto karya
Ahmad Muchroni


Beginilah yang sebenarnya yang terjadi siang ini di Paser, Kalimantan Timur Foto karya Ahmad Muchroni

Warga Yogyakarta dan sejumlah wisatawan berbondong-bondong melihat Gerhana Matahari Sebagian di Alun-alun Utara dan di depan Masjid Kauman, Kamis (26/12/2019). Mereka memanfaatkan tujuh teropong yang dibawa komunitas Jogja Astro Club (JAC) untuk melihat fenomena alam Gerhana Matahari Cincin yang melewati tujuh provinsi di Indonesia ini.
Warga dan wisatawan juga bisa melihat gerhana dengan menggunakan 20 kacamata matahari yang disediakan komunitas. Selain itu mereka pun bisa menikmati gerhana mengunakan 10 filter solar yang digantung.


Meski sempat tertutup awan, fenomena terhalangnya matahari oleh bulan sejak pukul 10.56 WIB tersebut bisa terlihat beberapa kali hingga puncaknya pada pukul 12.47 WIB. Gerhana Matahari Cincin di wilayah Yogyakarta ini berakhir pada pukul 14.28 WIB.
Ketua Komunitas JAC, Agung Laksana di sela pengamatan mengungkapkan, DIY tidak mengalami Gerhana Matahari Cincin penuh namun sebagian karena bukan merupakan wilayah yang terlewati antumbra.
Ia menjelaskan hanya tujuh kota seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur yang bisa menikmati Gerhana Matahari Cincin utuh.
"Kalau Jogja merupakan wilayah yang terlewati penumbra sehingga hanya bisa melihat gerhana matahari sebagian," jelasnya.
Fenomena langka Gerhana Matahari total ini, menurut Agung baru bisa kembali dilihat pada April 2023 mendatang. Namun hanya Indonesia bagian Timur seperti Kupang, Maluku dan Papua Barat yang bisa merasakan fenomena tersebut.
Gerhana Matahari Cincin paling lama berada di Selat Panjang, Riau yang terjadi selama 3 menit 38,9 detik dengan magnitudo gerhana 0,984. Sedangkan warga di DIY dan sekitarnya hanya dapat mengamati Gerhana Matahari Sebagian dari Gerhana Matahari Cincin sekitar 65,62 persen.
"Meski sebagian, fenomena gerhana matahari di Jogja bisa dinikmati karena sangat indah," ungkapya.
Agung menambahkan, komunitas tersebut secara kontinyu memang melakukan pengamatan fenomena matahari, termasuk gerhana setiap minggunya. Data-data tersebut kemudian dipublikasikan ke masyakarat luas.
"Kami ingin ikut berperan mengedukasi masyarakat untuk tahu fenomena alam agar masyarakat lebih paham dan menyadari bermacam fenomena ini," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi
SuaraJogja.id
 



Sabtu, 07 Desember 2019

Lokasi yang Harus Dihindari Saat Musim Hujan

Ilustrasi petir. (Foto: Istimewa)


Selain banjir, Anda juga patut mewaspadai petir karena bisa berakibat fatal. Petir cenderung memilih tempat yang terbuka sebagai obyek sambarannya sehingga masyarakat perlu waspada saat beraktivitas di sana.

Selain tempat terbuka, petir juga cenderung memilih obyek yang tinggi dan tonjolan di permukaan bumi. “Obyek tinggi bisa berupa tiang ataupun pohon, dan tonjolan bisa berupa bukit atau gunung maupun manusia, hewan, dan bangunan yang berada di tempat terbuka,” kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi El Tari Agung Sudiono Abadi.

Artinya, orang yang berada di tengah sawah, bermain bola di lapangan, maupun berlayar di atas kapal di lautan terbuka, dapat berpotensi menjadi obyek yang rawan disambar petir, katanya.
Petir, katanya, akan menyambar semuanya tanpa memilih-milih dan dapat menyambar beberapa objek sekaligus.
Karena itu, masyarakat harus selalu waspada pada kilatan-kilatan petir, saat berada dibawa pohon, tempat terbuka yang bisa menimbulkan potensi terjadinya petir, katanya.

Sumber : Antara


Senin, 02 Desember 2019

Ribuan Burung Dari Rusia dan Alaska Bermigrasi ke Yogyakarta

Burung dari Rusia dan Alaska bermigrasi di Bantul dan Kulon Progo. BKSDA Yogakarta melarang perburuan karena termasuk kategori dilindungi.



Ribuan burung dari luar negeri bermigrasi di Yogyakarta, tepatnya di laguna Trisik dan muara Sungai Progo. Jenis burung paling banyak adalah burung laut jambul (Thalasseus bergii) dan cerek kernyut (Pluvialis fulva). Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta melarang perburuan tersebut karena kategori dilindungi.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah 1 BKSDA DIY Untung Suripto menjelaskan pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar Laguna Trisik dan muara Sungai Progo untuk tidak mengganggu burung-burung migran tersebut.
“Kami mendapati ada laporan masyarakat terkait gangguan berupa perburuan terhadap burung migran," kata Untung, Kamis, 28 November 2019.
Ia menjelaskan, fenomena burung yang bermigrasi setiap tahun selalu ada. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini baru kali ini saja pihaknya menerima laporan. “Jadi ini masih kami selidiki, karena kan ini laporan bukan penindakan tangkap tangan," jelas dia
Selain melakukan sosialisasi, pihaknya juga memasang berbagai spanduk pemberitahuan di beberapa titik lokasi. Selain itu BKSDA juga telah berkoordinasi dengan Polsek Galur, Kulonprogo dan Polsek Srandakan, Bantul.
Menurut dia burung migran ini mulai bermigrasi dari Rusia, Alaska dan beberapa negara Eurasia utara sejak September. Biasanya pada Maret sudah mulai kembali bermigrasi. "Konsentrasinya paling banyak di sekitar laguna Trisik," ujar dia.

Berdasar pengamatan yang dilakukan BKSDA pada 22-25 Oktober 2019 lalu, teramati ada 4.058 ekor burung dari 32 jenis yang berhasil teridentifikasi. Jumlah terbanyak yakni jenis dar laut jambul (Thalasseus bergii) sekitar 1.194 ekor dan cerek kerinyut (Pluvialis fulva) sekitar 543 ekor.

Konsentrasinya paling banyak di sekitar laguna Trisik.
"Ini hasil pengamatan di muara Progo baik di sisi timur atau barat, laguna Trisik dan persawahan Trisik," jelas dia.
Kepala BKSDA Yogyakarta Muhammad Wahyudi mengimbau agar tidak ada lagi yang melakukan perburuan terhadap burung-burung migran tersebut. Jika masih ada yang melanggar, pihaknya tidak segan-segan menerapkan sanksi sesuai UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Tanggung jawab untuk melestarikan bukan hanya di BKSDA saja, tetapi ada pada semua lapisan masyarakat,” ucap dia.
Sumber : Tagar.id