Sabtu, 28 September 2019

Sejarah Kalender Jawa







Tidak semua suku/ bangsa di dunia, bahkan sangat sedikit yang memiliki kalender sendiri, dan Jawa termasuk di antara yang sedikit itu. Kalender Jawa diciptakan oleh mPu Hubayun, pada tahun 911 Sebelum Masehi. Pada tahun 50 SM Raja/ Prabu Sri Mahapunggung I  (juga dikenal sebagai Ki Ajar Padang I) melakukan perubahan terhadap huruf/ aksara, serta sastra Jawa.
Bila kalender Jawa dibuat berdasarkan‘Sangkan Paraning Bawana‘ (=asal usul/ isi semesta), maka aksara Jawa dibuat berdasarkan “Sangkan Paraning Dumadi” (=asal usul kehidupan), serta mengikuti peredaran matahari (=Solar System).

Pada 21 Juni 0078 Masehi, Prabu Ajisaka mengadakan perubahan terhadap budaya Jawa, yaitu dengan memulai perhitungan dari angka nol (‘Das’=0), menyerap angka 0 dari India, sehingga pada tanggal tersebut dimulai pula kalender Jawa ‘baru’, tanggal 1 Badrawana tahun Sri Harsa, Windu Kuntara ( = tanggal 1, bulan 1, tahun 1, windu 1), hari Radite Kasih (-Minggu Kliwon), bersamaan dengan tanggal 21 Juni tahun 78 M.
 


Selama ini, banyak pendapat yang mengatakan, bahwa Prabu Ajisaka ialah orang India/ Hindustan. Akan tetapi hal tersebut nampaknya kurang tepat, dengan fakta-fakta kisah dalam huruf Jawa, bahwa :

1. Pusaka Ajisaka yang dititipkan kepada pembantunya berujud keris. Tak ditemukan bukti-bukti peninggalan  keris di India, dan keris adalah asli Jawa.

2. Para pembantu setia Ajisaka sebanyak 4 (empat) orang (bukan 2 orang seperti yang banyak dikisahkan), dengan nama berasal dari bahasa Kawi yaitu:
  •  DURA (dibaca sesuai tulisan), yang dalam bahasa Kawi berarti anasir alam berupa AIR artinya = ‘bohong’,  sangat jauh berrbeda dengan aslinya.
  •  SAMBADHA (dibaca seperti tulisan), yang dalam Bahasa Kawi berarti anasir alam yang berupa API artinya “mampu” atau ‘sesuai’.
  •  DUGA ( dibaca seperti tulisan), dalam bahasa Jawa Kuna berarti anasir TANAH, namun bila dibaca dengan cara kini, akan berarti “pengati-ati’ atau ‘adab’.
  •  PRAYUGA (dibaca seperti tulisan), dalam Bahasa Jawa Kuna artinya adalah “ANGIN“, dan bila dibaca dengan cara sekarang akan berarti ‘sebaiknya/ seyogyanya”.
  • Keempat unsur/ anasir tersebut adalah yang ada di alam semesta (makrokosmos / bawana ageng) serta dalam tubuh manusia (mikrokosmos / bawana alit).

3. Nama Ajisaka ( Aji & Saka)  adalah berasal dari Bahasa Jawa Kuna, yang berarti Raja/ Aji yang Saka (= mengerti & memiliki kemampuan spiritual), Raja Pandita, Pemimpin Spiritual. Prabu Ajisaka juga bernama Prabu Sri Mahapunggung  III, Ki Ajar Padang III, Prabu Jaka Sangkala, Widayaka, Sindhula. Petilasannya adalah api abadi di Mrapen, Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah.

Pada saat Sultan Agung Anyakrakusuma bertahta di Mataram abad XVI Masehi, terdapat 3 unsur kalender budaya dominan, yaitu Jawa/ Kabudhan (solar system), Hindu (solar system), dan Islam (Hijriah, Lunar Sytem), sementara di wilayah Barat/ Sunda Kelapa dan sekitarnya sudah mulai dikuasai bangsa asing / Belanda. Untuk memperkuat persatuan di wilayah Mataram guna melawan bangsa asing, Sultan Agung melakukan penyatuan kalender yang digunakan. Akan tetapi penyatuan kalender Jawa /Saka dan Islam/Hijriah tersebut tetap menyisakan selisih 1 (satu) hari, sehingga terdapat 2 perhitungan, yaitu istilah tahun Aboge (tahun Alip, tgl 1 Suro jatuh hari Rebo Wage), serta istilah Asapon (Tahun Alip, tg 1 Suro, hari Selasa Pon). Perubahan ini bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1043 Hijriah, 29 Besar 1554 Saka, 8 Juli 1633 Masehi. Tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan Suro tahun 1554 Jawa (Sultan Agungan) yang digunakan sekarang.

Apabila ditilik berdasarkan penanggalan Jawa yang diciptakan mPu Hubayun pada 911 SM, maka saat ini (2013) adalah tahun 2924 Jawa (asli, bukan Saka, Jawa kini, atau Hijriah). Sebuah Kalender asli yang dibuat tidak berdasarkan agama, atau aliran kepercayaan apapun.
Dengan demikian, tinggal sedikit lagi untuk menemukan bukti-bukti arkeologi autentik lainnya. Setelah ditemukan lempeng tanah persawahan yang diperkirakan berumur 6000 tahun lebih di kedalaman laut Jawa, maka penemuan kalender yang telah berumur 15 ribu tahun itu bisa jadi memang berasal dari peradaban Nusantara.

#infobudaya

Cara Menghitung Weton dengan Mudah dan Artinya

Dalam perhitungan weton, orang Jawa mengenal istilah Neptu. Neptu merupakan salah satu hal yang sering kali dipertimbangkan dalam meramalkan watak seseorang berdasarkan weton kelahirannya. Neptu juga digunakan untuk meramalkan kecocokan jodoh, kecocokan pekerjaan, besarnya rejeki yang dibawa seorang anak dalam keluarganya, dan lain sebagainya. Nah, bagi Anda yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai neptu Jawa dan bagaimana cara menghitung weton kelahiran dalam primbon Jawa, silakan simak pembahasan berikut ini!

Neptu Jawa

Neptu adalah besaran nilai yang dihitung dengan menjumlahkan nilai hari dan nilai pasaran. Seperti diketahui, selain mengenal hari seperti minggu, senin, selasa, dst sampai sabtu, orang Jawa memang mengenal istilah pasaran seperti pahing, pon, wage, kliwon, dan legi. Perpaduan antara hari dan pasaran inilah yang disebut dengan weton.

Cara Menghitung Weton dan Neptunya

Masing-masing weton memiliki nilai neptu yang berbeda. Nilai neptu tersebut berkisar antara 7 sampai yang terbesar adalah 18. Yang neptu 7 (yang paling rendah) dimiliki oleh weton Selasa Wage, sementara neptu 18 (yang paling tinggi) dimiliki oleh weton Sabtu Pahing. Secara lengkap tentang bagaimana cara menghitung weton berdasarkan neptu Jawanya, silakan simak tabel berikut ini!


HariNilai Pasaran Nilai
Minggu 5 Wage 4
Senin 4 Kliwon 8
Selasa 3 Legi 5
Rabu7 Pahing 9
Kamis 8 Pon 7
Jumat 6

Sabtu 9


 Dari tabel di atas, kita dapat melihat bahwa hari dan pasaran memiliki nilai yang berbeda-beda. Untuk menghitung neptu weton kita hanya perlu menjumlahkan nilai hari dan pasaran dari weton yang bersangkutan.

Contoh, jika kita ingin mengetahui neptu weton Selasa Pahing, maka kita harus menjumlahkan nilai hari Selasa (3) dan nilai pasaran Pahing (9) sehingga diperoleh nilai neptu Jawa sebesar 12.

Contoh perhitungan weton jawa lainnya, jika kita ingin mengetahui neptu weton Minggu Pahing, maka kita harus menjumlahkan nilai hari Minggu (5) dan nilai pasaran Pahing (9), sehingga diperoleh nilai neptu Jawa sebesar 14.

Nah, untuk memudahkan Anda dalam mengetahui nilai neptu Jawa tanpa harus menghitungnya, silakan temukan nilai neptu weton yang Anda cari pada tabel di bawah ini!



HariWage (4) Kliwon (8) Legi (5) Pahing (9) Pon (7)
Minggu (5) 913101412
Senin (4) 81291311
Selasa (3) 71181210
Rabu (7) 1115121614
Kamis (8) 1216131715
Jumat (6) 1014111513
Sabtu (9) 1317141816

Netpu Bulan dan Tahun Jawa

Selain mengenal neptu hitungan weton, orang Jawa kuno juga mengenal neptu hitungan untuk bulan dan tahun. Kendati demikian hitungan kedua neptu tersebut jarang digunakan dalam meramalkan watak atau kepribadian manusia berdasarkan hari kelahirannya.

Neptu bulan dan tahun lebih sering digunakan sebagai alat untuk memperkirakan musim tanam, musim hujan, musim kemarau, hama penyakit pada tanaman, jumlah panen pada kegiatan pertanian yang dilakukan, banyaknya tangkapan ikan bagi nelayan, dan lain sebagainya.

Meski tak begitu sering digunakan, neptu Jawa untuk hitungan bulan dan tahun tentu tak ada salahnya bila kita pelajari. Nah, secara lengkap berikut ini adalah nilai neptu dari bulan dan tahun Jawa yang dapat kami rangkum!


BulanNilai Tahun Nilai
Suro7Alip1
Sapar2Ehe5
Mulud3Jimawal3
Bakda Mulud5Je7
Jumadil Awal6Dal4
Jumadil Akhir1Be2
Rejeb2Wawu6
Ruwah4Jimakhir3
Pasa (Puasa)5

Sawal7

Dulkangidah (Sela)1

Dulkahijjah (Besar)3


 Untuk diketahui, dalam kalender Jawa dikenal 12 bulan yang penanggalannya mirip seperti penanggalan hijriah (kalender Islam). Sementara dalam hitungan tahun, kalender Jawa mengenal adanya siklus pergantian tahun dalam sewindu dengan nama-nama yang memiliki makna yang khas, yaitu tahun Alip, tahun Ehe, tahun Jimawal, tahun Je, tahun Dal, tahun Be, tahun Wawu, dan tahun Jamakhir.

Nah, demikianlah sekilas pemaparan mengenai hitungan neptu Jawa dan cara menghitung weton yang bisa kami sampaikan. Setelah memahami artikel ini, tentu cara menghitung weton, bulan, dan tahun Jawa sudah Anda kuasai. Cukup mudah bukan? Semoga bermanfaat dan dapat membantu mengenalkan kembali budaya Jawa yang hampir punah ini. Salam!

#wetonjogja

Kalender Jawa Bulan Oktober 2019 Masehi

Kalender Jawa untuk  bulan Oktober 2019 Masehi dimulai tanggal 1 Sapar 1953 – Wawu, Sengara Langkir sampai dengan tanggal 2 Mulud 1953 – Wawu, Sengara Langkir
  


Kalender
Masehi 
Kalender Jawa
Tanggal Tanggal Hari Pasaran Wuku
1 Okt 20191 Sapar 1953 – Wawu Selasa Wage Maktal
2 Okt 2019 2 Sapar 1953 – Wawu Rabu Kliwon Maktal
3 Okt 2019 3 Sapar 1953 – Wawu Kamis Legi Maktal
4 Okt 2019 4 Sapar 1953 – Wawu Jumat Pahing Maktal
5 Okt 2019 5 Sapar 1953 – Wawu Sabtu Pon Maktal
6 Okt 2019 6 Sapar 1953 – Wawu Minggu Wage Wuye
7 Okt 2019 7 Sapar 1953 – Wawu Senin Kliwon Wuye
8 Okt 2019 8 Sapar 1953 – Wawu Selasa Legi Wuye
9 Okt 2019 9 Sapar 1953 – Wawu Rabu Pahing Wuye
10 Okt 2019 10 Sapar 1953 – Wawu Kamis Pon Wuye
11 Okt 2019 11 Sapar 1953 – Wawu Jumat Wage Wuye
12 Okt 2019 12 Sapar 1953 – Wawu Sabtu Kliwon Wuye
13 Okt 2019 13 Sapar 1953 – Wawu Minggu Legi Manahil
14 Okt 2019 14 Sapar 1953 – Wawu Senin Pahing Manahil
15 Okt 2019 15 Sapar 1953 – Wawu Selasa Pon Manahil
16 Okt 2019 16 Sapar 1953 – Wawu Rabu Wage Manahil
17 Okt 2019 17 Sapar 1953 – Wawu Kamis Kliwon Manahil
18 Okt 2019 18 Sapar 1953 – Wawu Jumat Legi Manahil
19 Okt 2019 19 Sapar 1953 – Wawu Sabtu Pahing Manahil
20 Okt 2019 20 Sapar 1953 – Wawu Minggu Pon Prangbakat
21 Okt 2019 21 Sapar 1953 – Wawu Senin Wage Prangbakat
22 Okt 2019 22 Sapar 1953 – Wawu Selasa Kliwon Prangbakat
23 Okt 2019 23 Sapar 1953 – Wawu Rabu Legi Prangbakat
24 Okt 2019 24 Sapar 1953 – Wawu Kamis Pahing Prangbakat
25 Okt 2019 25 Sapar 1953 – Wawu Jumat Pon Prangbakat
26 Okt 2019 26 Sapar 1953 – Wawu Sabtu Wage Prangbakat
27 Okt 2019 27 Sapar 1953 – Wawu Minggu Kliwon Bala
28 Okt 2019 28 Sapar 1953 – Wawu Senin Legi Bala
29 Okt 2019 29 Sapar 1953 – Wawu Selasa Pahing Bala
30 Okt 2019 1 Mulud 1953 – Wawu Rabu Pon Bala
31 Okt 2019 2 Mulud 1953 – Wawu Kamis Wage Bala
.

Jumat, 27 September 2019

Malioboro Coffee Night 2019 Kembali Hadir

 


Malioboro Coffee Night kembali digelar untuk kali ketiga yakni dalam menyambut HUT ke 263 Kota Yogyakarta dan juga Hari Batik Nasional.

Ketua Panitia Malioboro Coffee Night, Anggi Dita menjelaskan rangkaian acara dimulai pada 30 September hingga 2 Oktober mendatang.
"Berbeda dari tahun sebelumnya, Malioboro Coffee Night pada 2 Oktober nanti, kami akan membagikan kopi gratis mulai jam 20.00 hingga 03.00. Kalau tahun lalu jumlahnya 26.200 cup sesuai dengan HUT 262 Kota Yogyakarta, untuk tahun ini jumlahnya tak terbatas," bebernya saat Jumpa Pers di Batik Adiningrat Yogyakarta, Rabu (25/9/2019).

Anggit menjelaskan, untuk titik kegiatan Malioboro Coffee Night tahun ini, akan ada di tiga lokasi yakni Loko Coffee Shop, Malioboro Mall, dan Kepatihan.
Event yang diselenggarakan dalam menyambut Hari Batik Nasional itu pun, akan kental dengan nuansa batik.
Anggit menyampaikan bila tahun lalu identitas batik melekat pada apron masing-masing peserta Malioboro Coffee Night, maka tahun ini mereka akan mengenakan seragam baju batik.
"Ada 110 tenant pegiat kopi dari seluruh Indonesia, 60 tenant merupakan perwakilan dari Yogya. Sementara lainnya dari seluruh pegiat kopi di Indonesia," jelasnya.
Ia menjelaskan, bahwa dari tahun ke tahun geliat kopi nusantara yang tercurah dalam Malioboro Coffee Night mendapatkan apresiasi yang tinggi.
Tidak hanya dari kalangan pegiat maupun pecinta kopi nusantara, namun juga dari luar negeri.

“Wisatawan mancanegara banyak yang tertarik, misalkan Malaysia dan Singapura yang setiap tahun menunggu acara ini dan mereka hadir menemui kita," terang Anggit.
Perwakilan Pegiat Kopi Yogyakarta, Agus Prasetyo mengetakan bahwa sebenarnya Yogya tidak memiliki kebun kopi yang dikembangkan secara masif namun memiliki event kopi yang diminati banyak orang.
"Kopi sejak 2012 mampu menghidupi orang banyak selain palawija. Maka secara makro mendukung program pemerintah pusat. Kemudian untuk tingkat konsumsi kopi di Indonesia masih rendah meski hasil panen sudah berlimpah yakni hanya 1,3 kilogram per tahun," bebernya.
Sementara itu, Perwakilan Komunitas Kopi Malioboro Coffee Night akan menampilkan Bursa Kopi pada 30 September hingga 1 Oktober yang bertempat di Loko Coffee Shop.
"Kami mengajak 20 perwakilan provinsi di Indonesia. Mulai Aceh, Palembang, Bengkulu, Jabar, Jateng, Toraja, Papua, dan lain-lain," sebutnya.
Selain Bursa Kopi, pada waktu dan tempat yang sama, Sam mengatakan akan digelar Jogja Aeropress Championship atau kompetisi teknik menyeduh kopi di mana hasil kopi seduhan akan dinilai oleh sembilan dewan juri dan seduhan terbaik akan melaju ke Aeropress Championship.
"Peserta Jogja Aeropress Championship ini 70 persen berasal dari Yogya, sisanya yakni 30 persen berasal dari Kalimantan, Sumatera, Jakarta, Bali, Toraja, dan lain-lain," urainya.
Selain itu, dalam Malioboro Coffee Night juga menampilkan bintang tamu yang juga merupakan pegiat kopi yakni Katon Bagaskara, Langit Sore, Toni Wahid, budayawan, dan para seniman.